Rasanya baru kemarin dokter mengucapkan selamat atas kelahiran Agung anak pertama kami, tak terasa moment bahagia itu sudah berlalu selama hampir 6 tahun. Mengenang saat-saat merawat, mendidik dan membesarkan anak-anak tentunya merupakan masa-masa terindah dalam hidup, yang pastinya penuh dengan suka dan duka. Saya sangat menikmati sekali karir saya sebagai seorang Ibu dengan gaji setiap harinya berupa ciuman dan pelukan dari anak-anak. Menjadi seorang Ibu, Alhamdulillah, lebih banyak sukanya dibandingkan duka, karena banyak hal-hal lucu yang mengiringi tugas-tugas saya sebagai seorang Ibu, melihat tingkah laku mereka yang polos, celotehan mereka yang lucu dan senyum manis mereka yang menggemaskan membuat saya merasa menjadi orang yang paling beruntung di muka bumi ini. Duka yang dirasakan hanyalah ketika mereka sakit, kalau boleh memohon, saya ingin agar Tuhan memindahkan saja penyakit anak-anak saya kepada saya, tidak tega rasanya melihat mereka merintih kesakitan.
Melihat anak-anak tumbuh dan berkembang rasanya seperti menyaksikan pertunjukan sirkus, penuh dengan rasa tanda tanya akan jadi seperti apakah anak saya kelak, kagum dengan pertumbuhannya yang pesat, deg-degan bila melihat atraksi mereka yang mendebarkan, dan juga geli karena melihat dan mendengar aksi mereka yang lucu.
Saat ini Agung sedang masuk dalam proses mengkaji segala sesuatu yang ia lihat dan rasakan dengan nalarnya, banyak pertanyaan-pertanyaan yang ia ajukan, yang kadang, saya sendiri kesulitan untuk menjawabnya, semua hal yang tidak sesuai dengan pola pikirnya selalu ia tanyakan kepada saya dan suami tentang apa dan mengapanya, semua hal ingin diketahuinya dan kewajiban kami sebagai orang tua dengan sabar menjawab semua pertanyaan kritisnya, seperti pernah pada suatu hari ia bertanya seperti ini :
" tanyanya tiba-tiba,
..." jawab saya sambil coba menebak-nebak ke arah mana pertanyaannya,
..." tanyanya lagi,
tambahnya lagi.
Pertanyaan-pertanyaan seperti ini lah yang bikin saya dan suami kadang geli sendiri mendengarnya, kadang dengan sok taunya ia menganalisa segala sesuatu berdasarkan pola pikirnya yang sudah pasti naif, tapi dibalik itu semua saya kagum karena berarti ia pintar, bukankah ciri-ciri anak cerdas adalah rajin bertanya *teorinya ibu-ibu narsis*
..." jawab saya sambil coba menebak-nebak ke arah mana pertanyaannya,
..." tanyanya lagi,
tambahnya lagi.
Pertanyaan-pertanyaan seperti ini lah yang bikin saya dan suami kadang geli sendiri mendengarnya, kadang dengan sok taunya ia menganalisa segala sesuatu berdasarkan pola pikirnya yang sudah pasti naif, tapi dibalik itu semua saya kagum karena berarti ia pintar, bukankah ciri-ciri anak cerdas adalah rajin bertanya *teorinya ibu-ibu narsis*
Lain Agung lain pula tabiat Athar, putra kedua kami ini memang belum se-kritis abangnya dalam bertanya, tapi ia, yang sepertinya sangat mengidolakan sekali abangnya, selalu ikut-ikutan sok tau & sok nanya persis seperti gaya abangnya *gak mau kalah* yang sangat menggemaskan adalah mendengar gaya bicaranya yang masih cadel, kadang kami kewalahan juga mengartikan perkataannya, seperti pernah pada suatu hari sehabis nonton sebuah film di salah satu chanel tv anak-anak, Athar berkata seperti ini,
tapi dengarlah apa jawaban polos Agung "Kalau dalam kulkas dingin Ma...." jawab Agung dengan wajah tanpa dosa, tampang saya yang tadinya sudah seperti tampang nenek sihir sakit pengen nelan orang langsung berubah jadi tampang nenek sihir lagi sakit perut, karena nahan tawa.
Saya kadang tergagap-gagap juga kalau menjawab pertanyaan Agung, apalagi kalau pertanyaan-pertanyaan yang saru, tapi, sambil mencoba mengingat semua buku-buku panduan menghadapi pertanyaan kritis anak, saya mencoba menjawab dengan bahasa yang mudah ia cerna, tapi kadang kalau sudah mentok nggak tau ngomong apa lagi paling saya tinggal bilang "tanya Papa aja gih.." *sangat tidak patut dicontoh*
Harus diacungi jempol terhadap kesabaran dan kelihaian suami saya dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan kritis dari anak-anak, mungkin karena sesama cowok *mulai cari-cari alasan pembenar* jadi lebih enak ngobrolnya, yang pasti kalau Papanya sudah jawab biasanya dia cukup puas, tapi kalau belum puas maka ia tidak akan berhenti bertanya.
"Mama lagi ngapain ? Koq pintunya dikunci ?..." jeritnya dari luar
"Mama sedang ganti baju, Agung tunggu diluar dulu ya..." kata Papanya
"Kenapa ?..." tanyanya lagi,
"Kan Agung cowok, jadi nggak sopan kalau Agung ada di dalam waktu Mama lagi pakaian..." kata saya mencoba menerangkan
"Papa kan juga cowok..koq Papa boleh di dalam..." tanyanya lagi dengan ngotot
"Papa kan suami Mama..." jawab saya menahan geli mendengar pertanyaan kritisnya
"Kalau gitu besok Agung mau jadi suami Mama aja ah..." katanya lagi nggak mau kalah
"Uda sana jelasin dulu sama anaknya..." kata saya kepada suami sambil menghalaunya keluar dari ruangan.
Pertanyaan-pertanyaan seperti ini lah yang membuat kami panas dingin untuk menjawabnya, dalam hati kadang terbersit juga pikiran, lha ini baru seumuran gini nanyanya uda bikin Papa Mamanya panas dingin, gimana pertanyaan ditahun-tahun berikutnya ya...but any way, apapun bentuk pertanyaannya sebagai orang tua pastinya kami harus siap menjawab, mencontohkan dan mengajarkan dengan benar, tidak boleh hanya sekedar asbun, asal bunyi, asal anak diam, karena itu akan mematikan kreatifitas anak, sebagai orang tua walaupun tak ada gading yang tak retak tapi kami mencoba dan akan terus berusaha menjadi orang tua yang terbaik untuk anak-anak kami.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar