Mahatma Gandhi

"You may never know what results come of your action, but if you do nothing there will be no result"    

Selasa, 19 April 2011

Pintarnya Anak-anak Ku

Rasanya baru kemarin dokter mengucapkan selamat atas kelahiran Agung anak pertama kami, tak terasa moment bahagia itu sudah berlalu selama hampir 6 tahun. Mengenang saat-saat merawat, mendidik dan membesarkan anak-anak tentunya merupakan masa-masa terindah dalam hidup, yang pastinya penuh dengan suka dan duka. Saya sangat menikmati sekali karir saya sebagai seorang Ibu dengan gaji setiap harinya berupa ciuman dan pelukan dari anak-anak.  Menjadi seorang Ibu, Alhamdulillah, lebih banyak sukanya dibandingkan duka, karena banyak hal-hal lucu yang mengiringi tugas-tugas saya sebagai seorang Ibu, melihat tingkah laku mereka yang polos, celotehan mereka yang lucu dan senyum manis mereka yang menggemaskan membuat saya merasa menjadi orang yang paling beruntung di muka bumi ini. Duka yang dirasakan hanyalah ketika mereka sakit, kalau boleh memohon, saya ingin agar Tuhan memindahkan saja penyakit anak-anak saya kepada saya, tidak tega rasanya melihat mereka merintih kesakitan.

Melihat anak-anak tumbuh dan berkembang rasanya seperti menyaksikan pertunjukan sirkus, penuh dengan rasa tanda tanya akan jadi seperti apakah anak saya kelak,  kagum dengan pertumbuhannya yang pesat, deg-degan bila melihat atraksi mereka yang mendebarkan, dan juga geli karena  melihat dan mendengar aksi mereka yang lucu.

Saat ini Agung sedang masuk dalam proses mengkaji segala sesuatu yang ia lihat dan rasakan dengan nalarnya, banyak pertanyaan-pertanyaan yang ia ajukan, yang kadang, saya sendiri kesulitan untuk menjawabnya, semua hal yang tidak sesuai dengan pola pikirnya selalu ia tanyakan kepada saya dan suami tentang apa dan mengapanya, semua hal ingin diketahuinya dan kewajiban kami sebagai orang tua dengan sabar menjawab semua pertanyaan kritisnya, seperti pernah pada suatu hari ia bertanya seperti ini :

"Mama adiknya Papa ya?..." tanyanya tiba-tiba,
"Bukan..." jawab saya sambil coba menebak-nebak ke arah mana pertanyaannya,
"Jadi Mama siapanya Papa?..." tanyanya lagi,
"Istrinya Papa..." jawab saya sambil harap-harap cemas semoga ia tidak tanya yang aneh-aneh,
"Jadi..kalau Mama istrinya Papa..Koq Papa panggil Mama Adik bukan Istri?..." tambahnya lagi.


Pertanyaan-pertanyaan seperti ini lah yang bikin saya dan suami kadang geli sendiri mendengarnya, kadang dengan sok taunya ia menganalisa segala sesuatu berdasarkan pola pikirnya yang sudah pasti naif, tapi dibalik itu semua saya kagum karena berarti ia pintar, bukankah ciri-ciri anak cerdas adalah rajin bertanya *teorinya ibu-ibu narsis*


Lain Agung lain pula tabiat Athar, putra kedua kami ini memang belum se-kritis abangnya dalam bertanya, tapi ia, yang sepertinya sangat mengidolakan sekali abangnya, selalu ikut-ikutan sok tau & sok nanya persis seperti gaya abangnya *gak mau kalah* yang sangat menggemaskan adalah mendengar gaya bicaranya yang masih cadel, kadang kami kewalahan juga mengartikan perkataannya, seperti pernah pada suatu hari sehabis nonton sebuah film di salah satu chanel tv anak-anak, Athar berkata seperti ini,
"Mah..talo uta becal adek mau jd penebang.." katanya meyakinkan,
"Alhamdulillah..nanti kl mama naik pesawat gratis donk.." jawab saya dengan bangganya,
"Nanti Adek pinjam picau mamah ya.." katanya lagi,
"Untuk apa nak?.." tanya saya,
"Tan adek mau tebang po'on2.." jawabnya lugu
Saya lirik tv eaaalaaaah.....rupanya dia sedang nonton film Hans si Penebang Kayu, hahahahaa adaaaa ajaaa...
Tapi kalau keduanya sudah mulai  berkolaborasi maka yang terjadi adalaaah...teriakan heboh saya, padahal Papanya selalu mengingatkan, "biarkan anak-anak beraktifitas, jangan dilarang, jangan takut barang-barang rusak, jangan takut anak-anak jadi kotor, karena dengan itu semua mereka belajar..." tapi ya dasarnya emak-emak mana ada yang rela kalau rumahnya jadi kotor dan berantakan, seperti pernah ketika saya baru saja selesai merapikan lemari pakaian, anak-anak main sembunyi-sembunyian didalam lemari pakaian, maka bergemalah suara saya yang bisa membangunkan orang-orang sekomplek,  "MAMA BARU AJA BERESIN LEMARI KENAPA KALIAN MAIN SEMBUNYI-SEMBUNYIAN DALAM LEMARI...??!!!" teriak saya jengkel, tapi dengarlah apa jawaban polos Agung "Kalau dalam kulkas dingin Ma...." jawab Agung dengan wajah tanpa dosa, tampang saya yang tadinya sudah seperti tampang nenek sihir sakit pengen nelan orang langsung berubah jadi tampang nenek sihir lagi sakit perut, karena nahan tawa.

Saya kadang tergagap-gagap juga kalau menjawab pertanyaan Agung, apalagi kalau pertanyaan-pertanyaan yang saru, tapi, sambil mencoba mengingat semua buku-buku panduan menghadapi pertanyaan kritis anak, saya mencoba menjawab dengan bahasa yang mudah ia cerna, tapi kadang kalau sudah mentok nggak tau ngomong apa lagi paling saya tinggal bilang "tanya Papa aja gih.." *sangat tidak patut dicontoh*
Harus diacungi jempol terhadap kesabaran dan kelihaian suami saya dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan kritis dari anak-anak, mungkin karena sesama cowok *mulai cari-cari alasan pembenar* jadi lebih enak ngobrolnya, yang pasti kalau Papanya sudah jawab biasanya dia cukup puas, tapi kalau belum puas maka ia tidak akan berhenti bertanya.

Sejak dini anak-anak mulai kami kenalkan sopan santun dalam bertingkah dan berprilaku, kami juga mendidiknya akan arti perbedaan antara laki-laki dan perempuan, hal-hal yang tabu untuk diperlihatkan dimuka umum dan sebagainya, saya selalu mengajarkan agar tidak mempertontonkan aurat dimuka umum, oleh karenanya apabila saya berpakaian Agung tidak boleh berada diruangan yang sama dengan saya, tadinya ini belum terpikirkan oleh dia apa dan mengapanya, hingga suatu hari ketika saya sedang ganti pakaian Agung menggedor-gedor pintu kamar kami,
"Mama lagi ngapain ? Koq pintunya dikunci ?..." jeritnya dari luar
"Mama sedang ganti baju, Agung tunggu diluar dulu ya..." kata Papanya
"Kenapa ?..." tanyanya lagi,
"Kan Agung cowok, jadi nggak sopan kalau Agung ada di dalam waktu Mama lagi pakaian..." kata saya mencoba menerangkan
"Papa kan juga cowok..koq Papa boleh di dalam..." tanyanya lagi dengan ngotot
"Papa kan suami Mama..." jawab saya menahan geli mendengar pertanyaan kritisnya
"Kalau gitu besok Agung mau jadi suami Mama aja ah..." katanya lagi nggak mau kalah
"Uda sana jelasin dulu sama anaknya..." kata saya kepada suami sambil menghalaunya keluar dari ruangan.

Pertanyaan-pertanyaan seperti ini lah yang membuat kami panas dingin untuk menjawabnya, dalam hati kadang terbersit juga pikiran, lha ini baru seumuran gini nanyanya uda bikin Papa Mamanya panas dingin, gimana pertanyaan ditahun-tahun berikutnya ya...but any way, apapun bentuk pertanyaannya sebagai orang tua pastinya kami harus siap menjawab, mencontohkan dan mengajarkan dengan benar, tidak boleh hanya sekedar asbun, asal bunyi, asal anak diam, karena itu akan mematikan kreatifitas anak, sebagai orang tua walaupun tak ada gading yang tak retak tapi kami mencoba dan akan terus berusaha menjadi orang tua yang terbaik untuk anak-anak kami.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar