Mahatma Gandhi

"You may never know what results come of your action, but if you do nothing there will be no result"    

Selasa, 13 April 2021

CERITA USANG

 

Terlena terbuai dalam nostalgia masa lalu

Ketika kenangan mengukir mimpi mengisi hari yang terbalut sendu

Mengenangmu dalam diam menangisi asa yang telah hilang

Terjebak dalam pusaran waktu tak bertepi, terpaku, terbuang

 

Wahai Sang Raja Waktu kemanakah perginya embun

Menguap menuju hampa kekosongan yang tiada batas

Sunyi sepi sendiri dibuai bayangan dalam lamun

Terombang-ambing dalam gelombang ketiadaan tak teretas

 

Dukaku mengalir menyelip diantara percikan rindu

Membasahi kembali luka yang belum kering

Menyesali pagi yang bersinar kelabu

Meratapi waktu yang telah asing

 

Mengenangmu menyakitkan

Melupakanmu lebih menyakitkan

Kesalahan fatal bila mendefinisikan hidup adalah keabadian

Yakin akan kekekalan duniawi membuat tak siap kehilangan

 

Ketika waktu hanya bisa merindu

Sebuah ruang dalam hati diciptakan untuk menampung rasa sedih

Menyatu dengan semua ruh

Menjadi bagian hidup yang kekal takkan mati

 

Rindu yang tersembunyi seperti sayatan luka disiram cuka

Terhempas dalam jasad tak terurai

 Akankah semesta memilih untuk berbahagia

Menenggelamkan Kamu, Kita atau cerita kemarin yang telah usai

 

 

Rabu, 24 Februari 2021

 

 MATAHARI, BULAN DAN GERHANA


Aku adalah cahaya matahari yang Kau benci

Ku terangi hatimu lalu Aku menghilang dalam kegelapan

Kau adalah cahaya bulan yang aku syukuri

Kau terangi gelapku walau wujudmu kadang tak sempurna

 

Aku dan Kau bagai mentari dan rembulan

Kita bertemu hanya untuk berucap pisah

Saat Kita bertemu

Kita hanya mampu bertatap muka dalam bayangan

 

Ku rindu Kau untuk cacimu, bukan pujimu

Kau rindu Ku atas makiku, bukan pujaku

Padahal Kau dan Aku tidak ditakdirkan untuk saling merindu

Karena rindu adalah racun

 

Kita adalah belokan arah

Dari garis tempuhan yang memaksa menciptakan nasib

Kita adalah simpangan

Dari pertentangan yang mencoba mengoyak suratan takdir

 

Kita berjalan dalam dua arah berbeda

Merasa yakin akan kekuatan kaki sendiri

Tak peduli ocehan usang yang menilai semu

Karena hanya ada Aku, Kau dan tentang Kita




Rabu, 20 November 2019


HUJAN JANGAN PERGI


Masih sendiri disini menatap langit kelabu
Ketiadaan Cahaya menghantam jiwa-jiwa yang lugu
Angin berhenti bertiup seakan turut merasakan pilu
Aroma tanah menguap mengirimkan nyanyian sendu

Hening kian meraja tercekam dalam kesepian bisu
Aku masih disini menatap langit tanpamu
Berharap engkau datang mendendangkan nyanyian rindu
Membasuh debu yang mengotori kalbu

Tanda-tanda kehadiranmu jelas terbaca
Isyarat alam begitu nyata
Tapi engkau belum datang jua
Apakah musim telah berkhianat memisahkan kita

Dulu engkau datang membawa sejuta bahagia
Rinai-rinai cintamu menyejukkan hati yang terluka
Hadirmu selalu menenangkan jiwa
Aroma tubuhmu menentramkan emosi yang membara

Saat ini Aku ingin hadirmu kembali
Tapi mengapa Kau belum datang jua
Apakah engkau telah pergi dan tak kan kembali
Tuhan...Aku butuh hadirnya

Raung gemuruh menghantam sunyi, cahaya benderang memecah langit
Perlahan rinaimu hadir memeluk bumi, membasahi jiwa-jiwa sepi
Segenap alam semesta bertakbir menyambut hadirmu, berdoa berharap ini akan abadi
Aku masih disini bersyukur bahagia, berharap hadirmu dapat menyembuhkan luka hati

*******













Jumat, 24 Februari 2012

Pelukismu Siapa Ya ?

Pasti semua yang mengaku sebagai warga negara Indonesia dan pernah dibesarkan di Indonesia kenal dengan lagu yang satu ini

Pelangi-pelangi alangkah indahmu
Merah, kuning, hijau dilangit yang biru
Pelukismu Agung siapa gerangan
Pelangi-pelangi ciptaan Tuhan

pada hafal kan dengan lagu itu, jangan bilang anak Indonesia kalau belum pernah dengar lagu ciptaannya Bapak A.T. Mahmud ini. Naaaahhhh kalau Athar yang nyanyiin maka bunyi lagu itu akan menjadi seperti ini

Pelangi-pelangi alangkah indahmu
Melah, kuning, hijau dilangit yang bilu
Pelukismu Athal siapa gelangan
Pelangi-pelangi ciptaan Tuhan

Naaahh lhooo koq bisa gitu ? pasti pada heran kan, usut punya usut ternyata Athar gak ridho banget kalau lagu itu dinyanyikan dengan menyebut-nyebut nama Abangnya "Agung", menurutnya, dia yang udah capek-capek lukis gambar pelangi, udah capek-capek nyanyi lha koq Agung yang disebut, Athar gitu lho hahahahahaha

Sudah beberapa kali kita semua termasuk guru-gurunya di sekolah berusaha menjelaskan bahwa Agung yang dimaksud bukanlah bang Agung, tapi dia tetap berkeras gak mau nyanyiin lagu Pelangi-Pelangi versi aslinya, maka kalau Athar yang menyanyikan lagu Pelangi-Pelangi liriknya akan seperti tadi (mohon maaf Athar masih cadel).

Tapi Agung pun gak mau kalah menurutnya kita harus menyanyikan lagu sebagaimana yang diciptakan, maka tiap kali Athar nyanyi Pelangi-Pelangi dia sudah siap-siap, setiap kali akan sampai pada bait "Pelukismu ..." dia langsung kencang-kencang teriak "AGUNG" walhasil Athar jadi jengkel dan mengulang lagi baitnya dari pertama, dan Agung pun gak mau kalah siap-siap teriak lagi, begitu terus berulang-ulang sampai saya jengkel atau salah satu diantara mereka ada yang nangis karena kesal.

Dan hal ini terus mereka lakukan setiap hari, pusing jadinya kan, apalagi karena saking berisiknya kadang Adit adiknya jadi terbangun, padahal menidurkan Adit susah banget dan kalau Adit sudah bangun saya jadi gak bisa ngerjain apa-apa, akhirnya saya ambil jalan tengah, saya sampaikan kepada mereka "kalau mau nyanyi, dua-duanya saja namanya disebutin, biar adil", Agung nanya "adil itu apa Ma ?" saya mencoba menjelaskan dengan bahasa anak-anak, saya bilang "Adil itu bila semua yang berhak mendapatkan haknya yang sama, misalnya Mama beli kue 1 untuk anaknya sementara anaknya ada tiga maka kuenya harus dibelah tiga biar tiga-tiganya dapat, jadi adil, gitu juga dengan nyanyi supaya adil sebutin aja dua-dua nama kalian biar adil", trus mereka diskusi berdua akhirnya dikumandangkanlah lagu Pelangi-Pelangi versi mereka :

Pelangi-pelangi alangkah indahmu
Merah, kuning, hijau dilangit yang biru
Pelukismu Papa, Mama, Agung, Athar, Adit siapa gerangan
Pelangi-pelangi ciptaan Tuhan

Saya nanya "Lho Nak koq Papa Mama dan dek Adit disebut juga ?" dengan antengnya mereka jawab "biar adil Ma". Hahahahaha ada aja ulah bocah, maafkan anak-anak saya ya Bapak AT. Mahmud.



Sabtu, 18 Februari 2012

Little House On The Prairie Dalam Kenangan



Masih pada ingat nggak dengan serial televisi era 80'an ini ? Drama tv yang selalu diputar di satu-satunya stasiun televisi Indonesia, pada saat itu, di setiap Minggu siang setelah acara 'Arena & Juara'. Kapan tahun tepatnya serial tv ini mulai di putar di TVRI saya juga gak tau pasti, kalau tidak salah serial ini mulai diputar ketika usia saya sekitar 4 - 5 atau 6 tahun, entahlah, yang pasti, waktu itu saya masih kecil, dan setiap intro musik film ini mulai berkumandang, dimanapun saat itu saya berada maka saya akan langsung bergegas pulang untuk menonton acara tv favorit keluarga saat itu, I grew up with Little House on the Prairie and I always loved it, kenangan yang indah. 

Kira-kira sebulan yang lalu ketika saya sedang berbelanja di toko buku langganan, saya melihat novel "Litlle House Series" langsung saja memori masa kecil ini hidup kembali, setelah baca saya baru tau lho kalau ternyata serial drama tv ini diangkat dari kisah nyata Laura Elizabeth Ingalls Wilder, penulis Amerika ini menceritakan kisah hidupnya di masa kecil dalam novel "Litlle House Series" tentang perjalanan dirinya dan keluarganya dari rimba raya Wisconsin hingga menetap di De Smeth, Dakota Selatan. Dalam novel ini diceritakan bagaimana Laura dan keluarganya melakukan perjalanan jauh dengan mengendarai gerobak kuda beratapkan terpal, bertemu orang Indian, berburu, membuka lahan baru, bertani, menghadapi badai salju yang dahsyat dan lain sebagainya yang membuat saya devoured each book again and again hahahaha, sayangnya saya belum berhasil membeli buku yang terakhir, sedang dalam pemesanan. 

 Laura Elizabeth Ingalls Wilder (7 Februari 1867 - 10 Februari 1957)

Keluarga Ingalls merupakan pionir atau pelopor yang menjelajahi benua Amerika untuk membuka lahan pertanian baru dan memulai kehidupan baru, mereka adalah saksi hidup yang menyaksikan sejarah pertumbuhan Amerika menjadi suatu negara besar dan turut serta sebagai pelaku perkembangan tersebut. Setelah dewasa Laura menikah dengan Almanzo "Manly" Wilder, kemudian Ia bersama suami dan anaknya, sekali lagi, melakukan perjalanan menuju daerah baru, sebagaimana perjalanan yang telah Ia lakukan dimasa kecilnya. Perjalanan Laura bersama suami dan anaknya Rose Wilder Lane diceritakan kembali dalam novel "Litlle House Rose Series". Untuk kumpulan Novel yang ditulis Roger Lea Mac Bride, berdasarkan pengalaman yang diceritakan Rose kepadanya, ini, sayangnya saya hanya memiliki 3 bukunya saja, sisanya belum ketemu. Membaca novel yang berceritakan pengalaman Laura maupun Rose, keduanya sama-sama bercerita tentang keteguhan dalam memperjuangkan hidup, sikap berani dan pantang menyerah, keberanian untuk memulai kehidupan ditempat baru yang masih liar dan belum pernah mereka datangi, jiwa petualangan, serta kehidupan sebagai petani dan peternak ala western tempo dulu.

Rose Wilder Lane (5 Desember 1886 - 30 Oktober 1968)

Setelah membaca bukunya saya baru menyadari bahwa ternyata banyak perbedaan antara buku dan film, tapi karena yang pertama kali saya lihat adalah filmya jadi saya tidak merasa aneh, biasanya saya selalu ngomel-ngomel bila menonton film yang melenceng dari bukunya, tapi untuk kasus ini saya menerimanya dengan lapang dada hehehe, hanya saja ketika membacanya jadi rada-rada terganggu dengan beberapa perbedaan kecil yang walaupun sepele tapi sangat mengganggu mata saya, seperti contohnya, bila di film kita melihat Pa *panggilan Laura terhadap ayahnya* Charles Inggals seperti ini


namun di bukunya Pa diceritakan dan juga digambarkan memiliki janggut yang panjang dan tebal alias brewokan, sedangkan Mr.Edwards


dibuku digambarkan sebagai orang yang tinggi dan kurus serta tidak memiliki janggut, sepele sih tapi bagi saya lumayan mengganggu konsentrasi saya untuk berkhayal hehehe. Selain itu di buku tokoh yang satu ini, masih ingat siapa dia ?


Nellie Oleson, musuh bebuyutannya Laura, Naaah kalau di buku perseteruan keduanya tidak seseru seperti yang digambarkan dalam filmnya, demikian juga Mrs.Oleson


di buku, rasanya tokoh Ibunya Nellie ini  tidak menyebalkan sebagaimana yang ada dalam film, malah sosoknya hanya sekilas diceritakan Laura itupun tidak tergambar sebagai sosok yang jahat, bila dalam film lebih mengkhususkan pada kehidupan keluarga Ingalls di satu kota, *lupa saya nama kotanya, yang jelas tempat dimana keluarga Oleson memiliki toko*, maka buku menceritakan tentang pengalaman perjalanan keluarga Ingalls yang berpindah dari satu kota ke kota lainnya *mohon maaf bila saya keliru dalam mengartikan novelnya*, namun sekali lagi seperti yang saya kemukakan diawal, saya tidak terganggu dengan perbedaan antara cerita di film dan bukunya, yang pasti ketika kecil hal yang selalu saya nantikan setiap Minggu siang adalah menyaksikan kehidupan sederhana keluarga bahagia ini


Balik lagi kepada kenangan akan filmnya, dulu, waktu saya kecil, acara wajib yang selalu saya tonton pada hari Minggu adalah Unyil, Ria Jenaka, Album Minggu dan Little House On The Prairie, dibilang wajib ya karena pada waktu itu cuma ada 1 chanel tv di Indonesia. Biasanya sesudah film itu berakhir diputar saya diwajibkan untuk tidur siang. Sebelum tidur saya selalu membayangkan seandainya saya jadi Laura, tinggal di tanah pertanian di rumah yang keseluruhannya terbuat dari kayu, menunggang kuda, bermain di sungai, tidur di kamar yang berada tepat di bawah loteng, dan sebagainya dan sebagainya sampai akhirnya saya tertidur pulas. Sorenya, saat bermain bersama teman-teman kami selalu membahas kembali film dan adegan-adegan yang menjadi favorit kami, biasanya adegan ketika Laura berantem dengan Nellie atau ketika musim salju tiba, sangat menyenangkan, saat itu saya sampai bercita-cita kalau sudah besar kelak akan menjadi petani yang punya rumah seperti rumahnya Laura dan tinggal di negeri dengan 4 musim, hahahaha impian yang indah.


so unforgettable movies,


Ini adegan yang paling saya sukai,


Saya selalu berharap semoga ada stasiun televisi yang berkenan memutar kembali serial tv jadul ini, dan seandainya itu terjadi, mungkin sebagaimana Mama saya dulu, saya akan mentranslitkan satu persatu dialog dalam film tersebut kepada anak saya, karena pada saat itu entah saya yang belum pintar membaca ataukah memang film itu tidak ada terjemahannya, saya lupa, yang saya ingat hanyalah Mama selalu menerjemahkan dialog film tersebut saat adegan-adegan seru, dan saya tidak akan tidur siang sebelum Mama menceritakan kembali kesimpulan cerita dalam film Little House On The Prairie yang baru saja kami tonton tersebut. Memory is one the most powerful of implements in the human arsenal and one of the characteristics that makes our species so unique. It is memory that allowed us to develop speech, that allowed us the create societies, that has allowed us to become such a successful species. Memory outs us in touch with our past, allows us to recall the beautiful and tender moments of our lives. Memory can also be our undoing. It can keep unpleasant moments fresh in our minds, bending and twisting our souls, perverting our good will. Memory’s power is undeniable, and Little House On The Prairie is one of my favorite childhood memories.