Mahatma Gandhi

"You may never know what results come of your action, but if you do nothing there will be no result"    

Jumat, 29 Juli 2011

Abang Masuk SD

Alhamdulillah....itu kalimat pertama yang saya ucapkan ketika melihat nama Agung Perdana Adhisatya tercantum di dalam lembaran nama-nama peserta yang berhasil lulus masuk sebuah sekolah tingkat dasar. Setelah melewati dua tahap seleksi kualifikasi akhirnya Agung diterima juga disekolah yang kami, saya suami dan tentunya Agung, inginkan.

Sejak pertama mengenal sekolah ini dengan kurikulum yang ditawarkan entah mengapa kami langsung jatuh hati, sistem pendidikan yang lebih mengutamakan pendidikan agama Islam menjadi daya pikat utama kami untuk menyekolahkan Agung disitu. Tapi untuk dapat duduk di SD tersebut bukanlah hal mudah, SD yang juga merupakan salah satu sekolah favorit dari sekian banyak sekolah favorit di Banda Aceh memiliki peminat yang tentunya bukan hanya kami, untuk dapat diterima di sekolah ini calon siswa harus dapat melewati serangkaian tes uji coba sebagaimana yang telah disyaratkan.

Agung adalah anak yang pendiam, dia teramat sangat pemalu, apalagi dengan orang-orang yang tidak dikenalnya,  ia susah beradaptasi dengan suasana baru sehingga perlu waktu pengenalan yang lama baginya agar ia mau bergaul di lingkungan barunya. Hal-hal demikianlah yang menyebabkan kami khawatir apakah ia kelak dapat (mau) mengikuti tes masuk di sekolahan tersebut, karena pada saat tes, orang tua / wali murid tidak diperkenankan masuk ke dalam ruangan tes. Yang kami khawatirkan bukanlah ia tidak dapat menjawab soal-soal tes melainkan apakah ia mau ikut tes tersebut tanpa kami dampingi, tapi Alhamdulillah, apa yang kami khawatirkan tidak terjadi, ketika tes dilaksanakan, Agung dengan langkah yakin dan mantap melangkah masuk keruangan tes tanpa perlu kami dampingi, dan Alhamdulillah Agung mampu menjawab serangkaian tes yang diajukan kepadanya.

Hari ini adalah hari pertama Agung masuk sekolah, terharu rasanya melihat ia mengenakan seragam merah putih, rasanya baru kemarin mengajarkan ia berjalan, tapi sekarang ia sendiri berjalan menuju gerbang sekolah tanpa perlu saya pegangi lagi tangannya. Ketika mengantar Agung sekolah, perasaan saya campur aduk, selain perasaan bangga, haru, juga rasa was-was. Saya khawatir bagaimanakah ia nanti di sekolah, suasana baru, tidak ada seorangpun yang dikenalnya, tidak ada orang tua yang menungguinya, apakah ia mampu beradaptasi, mengingat track record Agung selama ini yang selalu susah untuk beradaptasi dengan suasana baru. Apakah ia mau bersosialisasi di sekolah, apakah ada  yang mau berteman dengan dia, apakah nantinya ia mampu beradaptasi dengan sistem pendidikan yang jelas sangat berbeda dengan ketika ia masih TK dulu, apakah ia berani untuk mengungkapkan perasaannya kepada guru bila ia kebelet pengen pipis, dsb-dsb, hal-hal ini yang terus saya pikirkan sampai-sampai tadi malam saya tidak nyenyak tidur, lebay banget daaahh, saya memang suka berlebihan dalam menghadapi anak, kalau melihat Agung pentas maka saya akan menangis tersedu-sedu, gak percaya kalau yang ada dipanggung adalah Agung, padahal komentar Agung malah seperti ini, "Mama..Please..stop crying..malu kan dilihat teman-teman Agung..".

Saya mungkin tipe orang tua yang terlalu protektif, kadang suami suka jengkel juga dengan sikap saya yang terlalu menjaga anak-anak seperti menjaga kristal, seakan-akan anak adalah barang yang gampang pecah sehingga perlu dijaga ekstra ketat, padahal suami selalu mengingatkan bahwa fungsi dan peranan orang tua hanyalah sebagai pengarah, pembina, pengawas dan pengontrol aktifitas anak, bukannya berdiri sebagai body guardnya anak. Tapi saya tetaplah seorang Mama yang cengeng, gampang terharu-biru melihat anak-anaknya tumbuh besar, cerewet bila anak-anaknya beraktifitas yang menurut saya membahayakan dan paranoid bila melihat berita-berita di TV yang melibatkan anak sebagai korban. Maka yang terjadi adalah saya selalu deg-degan bila anak-anak jauh dari saya dan tidak berada dalam pengawasan saya. Padahal anaknya sendiri mungkin malah bahagia bila jauh dari saya, nggak ada yang cerewetin lagi.

Saya serahkan Agung kepada sekolah dengan tujuan agar ia menjadi anak yang mandiri, saya ikhlaskan Agung dalam pengawasan guru-guru sekolahnya agar ia menjadi anak yang pintar, pemikiran ini saya dengung-dengungkan didalam pikiran saya untuk melegakan hati saya yang kadung deg-degan membayangkan bagaimana Agung disekolahan nanti. Pagi ini dimulai awal pendidikan Agung dibangku sekolah dasar, awal menuju kemandiriannya, semoga kelak ia rajin belajar, menjadi anak yang sholeh, pintar, dan terwujud semua cita-citanya, Amin.

Pola ajar di sekolah dasar tentunya tidak sama dengan ketika taman kanak-kanak dulu, bila di TK guru masih berniat baik untuk menyuapinya makan, maka di SD pastinya Agung dituntut untuk lebih mandiri. Semoga Agung bisa beradaptasi. Saya mengenang kembali masa-masa ketika saya kecil dulu, ketika masuk SD saya juga tidak ditunggui Mama, padahal waktu itu saya baru genap berusia 5 tahun, tapi setelah saya ingat-ingat kembali toh pada akhirnya saya berhasil melewati masa-masa itu tanpa Mama disamping saya sebagai bodyguard, so kenapa sekarang saya harus cemas. Mulai hari ini saya belajar untuk mendidik hati dan perasaan saya lebih bijak dalam mengasuh anak, saya berusaha untuk selalu mengingatkan hati saya bahwa anak hanyalah titipan Tuhan, kita memang ditugasi untuk menyayanginya tapi tidak merusaknya dengan kasih sayang kita, jadi biarkan anak tumbuh kembang sewajarnya, belajar untuk mandiri karena kelak ia juga akan menjadi orang tua seperti kita.

Pukul 13.30 WIB saatnya menjemput Agung pulang dari sekolah, sejak Pukul 13.00 WIB saya sudah tiba disekolahannya, saya perhatikan banyak orang tua yang berdiri didepan pintu dan jendela kelas memperhatikan anak-anaknya padahal jelas tertulis di pengumuman bahwa orang tua hanya boleh mengantar dan menjemput anak sampai batas ruang tunggu saja, tapi mungkin khusus untuk anak-anak baru diberikan kelonggaran. Melihat banyaknya orang tua yang menunggui anaknya didepan kelas perasaan saya menjadi ciut kembali, perasaan bersalah, dalam hati saya bertanya-tanya apakah Agung sedih tidak ditunggui orang tuanya, apakah Agung merasa orang tuanya tidak peduli padanya, saya menyesal karena tidak mengambil cuti kantor khusus untuk hari pertama sekolahnya ini, perasaan bersalah mulai menyerang saya kembali, saya buru-buru menuju kelasnya, saya ngintip kedalam kelas mereka sedang melakukan praktek ibadah saya lihat Agung terlihat tekun mengikuti pelajaran itu, saya lega dia tidak menangis dan tidak dalam keadaan bersedih.

Ketika bel berbunyi Agung keluar dari kelas, begitu melihat saya ia langsung datang menghampiri dan memeluk saya, kemudian tiba-tiba seperti ingat sesuatu ia melepas pelukannya dan berkata
"Lho...Mama Koq disini ?.." tanyanya bingung
"kan Mama mau jemput Agung.." jawab saya
"Iya..Agung tau..tapi apa Mama gak baca pengumuman, kan orang tua tunggunya disana tuh.." katanya sambil menunjuk ruang tunggu
"bukan disini.." katanya lagi menambahkan
"Iya Mama tau, tapi Mama pengen lihat hari pertama Agung di kelas.." jawab saya lagi
"Aduh Mama...kaya orang gak ngerti peraturan aja sih.." katanya geleng-geleng kepala
Gubraaaaaakkkk...berasa ditabok pake tabung gas 3 Kg deh, seharian ini saya gak konsen beraktifitas karena mikirin gimana dia disekolah barunya eeehh..malah diceramahi soal aturan, duuuhh...jadi malu
*pelajaran untuk Mama-Mama yang suka lebay*



Tidak ada komentar:

Posting Komentar