Mahatma Gandhi

"You may never know what results come of your action, but if you do nothing there will be no result"    

Kamis, 27 Januari 2011

Meri Oh...Meri

"Bu...pamit ya, Meri mau kepersuratan dulu ngambil nomor surat ini..."
"Iya Mer.."
Ini anak sopannya minta ampun daaah...sejak pertama saya bertugas dikantor ini, nama Meri selalu berkumandang dimana-mana, hampir semua orang disini kenal dia. Meri anak yang sangat sopan dan santun tingkah lakunya sesuai dengan tuntunan dalam buku-buku budi pekerti pelajaran waktu SMP dulu, tutur bahasanya selalu halus, baik kepada orang yang lebih tua maupun muda, gerak-geriknya selalu tertib dan mencerminkan seorang anak yang dididik dengan baik dirumah dan sekolah, yang pasti orang tua dan gurunya pasti bangga pernah ambil bagian dalam mengajarkan hal-hal positif kepadanya. Setiap dimintai tolong untuk mengerjakan apa saja dia pasti bersedia, kadang saya kasihan juga melihatnya, semua perintah berusaha dilaksanakannya dengan sempurna, padahal sebagai manusia biasa tentunya ia punya keterbatasan juga kan.
Bagi sebahagian orang yang aji mumpung sifat baiknya Meri ini sering kali 'disalahgunakan', sering saya lihat Meri dimintai tolong untuk mengerjakan tugas-tugas yang sama sekali bukan bagian dari job descriptionnya, namun seperti biasa setiap disuruh jawabannya selalu "Siap Pak / Bu..."
Meri teramat sangat mencintai pekerjaannya, ia berdedikasi tinggi dan sepertinya siap mempertaruhkan jiwa raga demi suksesnya pekerjaan di kantor terutama bidang kami, kerap kali saya lihat aksesoris-aksesoris didalam ruangan kami berubah-ubah atas inisiatifnya, seperti bunga di vas, pengharum ruangan, dsb. Sering (tanpa disuruh) bila tissue atau permen diatas meja habis keesokan harinya langsung terisi lagi, bahkan kalau kita lupa meninggalkan duit di laci meja kantor untuk membeli tissue dan permen tadi pasti tanpa ragu dia beli dengan menggunakan uangnya sendiri dan tanpa ada niat untuk minta ganti.
Saya angkat jempol untuk sifat setia kawannya dengan rekan kerja dan loyalnya terhadap pimpinan, saya salut dengan semangat dan etos kerjanya, saya juga angkat topi dengan kejujurannya, setiap dimintai tolong membeli sesuatu, uang kembaliannya selalu diberikan walaupun cuma Rp.50,- padahal setiap dia kembalikan pasti uang tersebut kami berikan untuk dia tapi dia tetap tidak pernah mau mengantongi kembalian itu tanpa izin dari sang pemilik, gak seperti para koruptor (kata Kaka Slank), mudah-mudahan hal ini bisa dipertahankan sampai dengan pensiun nanti ya Mer. Walaupun banyak yang mengingatkan bahwa ia terlalu lugu / naif, dan lebih banyak lagi yang mengajarkan aliran sesat kepadanya tapi Meri tetaplah Meri, paling ia hanya tersenyum simpul dan sekali lagi menjawab "Siap Pak / Bu...".
Mungkin saya termasuk orang yang suka aji mumpung mengandalkan kebaikan Meri, mungkin saya orang yang paling sering minta bantuan Meri, tapi sekali lagi Meri tetaplah Meri, ia tidak pernah kapok bila saya mintai tolong atau saya recoki dengan tugas-tugas, jawabannya tetap "Siap Bu..."
Pernah pada suatu pagi ketika saya akan pergi ke Bank saya bilang begini
"Mer...kalau si Bos cari tolong bilang saya pergi ke Bank ya.."
"Siap Bu..."
Saya masih ingat sekali hari itu adalah hari Kamis diawal bulan, jadi Bank sedang ramai-ramainya dikunjungi nasabah, ketika semua urusan di Bank selesai tidak terasa waktu sudah menunjukkan sekitar pukul 2 siang, sekembalinya saya dari Bank saya lihat Meri masih duduk diruangan, iseng saya tanya
"sudah makan siang Mer ?"
"belum Bu.."
"lho kenapa ? Meri puasa ya ?" (karena seingat saya dia rajin puasa sunnah senin-kamis)
"Nggak Bu..hari ni gak puasa.."
"Jadi kenapa gak makan ?"
"Dari tadi gak ada orang di ruangan Bu, dan si Bos pun belum masuk tanya Ibu, saya takut kalau saya ke kantin nanti si Bos masuk ke ruangan kita.."
"Ya ampuuuun Meeerrr...jadi dari tadi kamu diruangan terus? jangan-jangan sarapan pun kamu belum ya?"
"iya Bu..." jawabnya malu-malu..
"Ya Ampuuun...kan gak mesti gitu-gitu banget Mer..Kamu kan bisa keluar sebentar dan lapor ama sekretarisnya Bapak, atau kamu bisa delivery order ke kantin..."
"Oh..iya..ya..Bu..koq saya gak kepikiran.."
"Ya uda pegi sana makan & istirahat, jangan sampe kamu sakit gara-gara saya, jarang-jarang ada orang kaya kamu disini"
"Siap...Bu.." 
Seperti itulah Meri, bila diperintahkan sesuatu dia akan melaksanakannya dengan sempurna tanpa memperhatikan kepentingan dirinya sendiri, dan dia tidak pernah jera disuruh-suruh walaupun sering berakhir sial seperti contoh diatas tadi. Pernah ketika saya sedang mengandung anak yang ke-3 tiba-tiba saya ingin sekali es dawet, dan biasanya si penjual suka jualan di halaman RS yang berjarak + 50m dari kantor kami yang lama, maka seperti biasa sekali lagi kebaikan Meri saya manfaatkan,
"Mer saya pengeeeen banget es dawet, bisa gak tolong kamu belikan ditempat biasanya ?"
"Siap Bu..." jawabnya mantap seperti biasa untuk kemudian bergegas pergi ketempat yang dimaksud dengan mengendarai motornya, kira-kira 15 menit setelah Meri pergi, hujan turun dengan lebat disertai dentuman guruh dan kilat yang saling sambar menyambar, waduuuh...harus telepon Meri ni untuk bilang supaya jangan balik dulu kalau hujan lebat, karena saya yakin Meri pasti akan berani menerobos hujan lebat demi terlaksananya tugas yang diberikan kepadanya, ketika saya hubungi Meri ke nomor handphone (hp) nya sayup-sayup terdengar nada suara hp Meri dari dalam laci meja kerjanya, ya ampuuun...Meri lupa bawa hp pikir saya, ya sudah saya hanya bisa berharap semoga kali ini Meri tidak terlalu semangat dalam melaksanakan perintah. 1 jam kemudian setelah kepergiannya hujan turun semakin deras tapi Meri belum kembali juga, syukurlah...berarti kali ini Meri tidak nekat...batin saya.
Diluar hujan turun semakin deras walaupun tidak terdengar dan terlihat lagi perang guntur dan kilat di langit, 3 jam sudah berlalu sejak kepergian Meri belum ada tanda-tanda kehadirannya, tiba-tiba pintu ruangan kami terbuka dan Meri masuk dalam keadaan basah kuyup dengan tubuh menggigil kedinginan dan es dawet ditangannya
"Ya ampuuun Mer...ngapain dipaksakan sih ? harusnya kamu kembali setelah hujan reda saja, jangan hujan-hujanan seperti ini..."
"Maaf ya Bu...kelamaan, tadi yang jual gak ada jualan ditempat biasanya..."
"Lha...ini dari mana kamu beli ?"
"Meri keliling-keliling Banda Aceh Bu dan akhirnya dapat didepan terminal bus antar propinsi..."
"Haaaaaa....Jadi kamu hujan-hujannan hanya untuk mendapatkan sebungkus es dawet ini ? Ya ampun Meeer...seharusnya kalau ditempat biasa gak dapet kamu langsung balik aja kemari, saya gak pa-pa koq...kalau seperti ini saya kan jadi nggak enak..."
"Ahhh....nggak pa-pa koq Bu...Meri senang main hujan, lagian kata nenek saya kalau ngidamnya orang hamil nggak dituruti nti bisa-bisa anaknya ileran lho Bu..." jawab Meri sambil menggigil kedinginan....
Speechless.....
Tapi gara-gara Meri ini rumah tangga saya pernah nyaris perang lho, saya pernah cemburu berat dengan Meri, kejadiannya kira-kira pertengahan tahun 2008 dimana pada saat itu suami saya telah dimutasikan ke kantor pusat di Banda Aceh, sedangkan saya masih di Lhokseumawe. Diawal suami saya mulai bertugas di Banda Aceh nama Meri selalu disebut-sebut setiap kali saya menelpon suami saya baik pagi, siang , sore maupun malam hari,
"lagi dimana ini Pa...?"
"lagi di kantor dengan Meri..."
............................................
"lagi ngapain Pa...?"
"lagi makan dengan Meri..."
............................................
"Uda selesai ngantornya Pa ?"
"Uda ini lagi hangout di cafe dengan Meri..."
.............................................
"Uda nyampe ke rumah Pa..?"
"Uda..ini lagi nonton tv dengan Meri.."
................................................
Setiap ditelepon selalu ada Meri...Meri...Meri...dan Meri lagi...kalau tidak sedang bersama Meri pasti ceritanya selalu tentang Meri dan memuja-muji Meri, yang Meri anak baiklah...anak yang rajin...cekatan...pintar...dsb...dsb...yang bikin saya lama-lama jadi bertanya-tanya, siapakah Meri ini ?
Koq dari kemarin Meri...Meri melulu sih...? saya mulai cemburu....semua makhluk ciptaan Tuhan diseluruh jagat raya ini tahu kalau saya paling gengsian untuk mengungkapkan perasaan cemburu saya, saya tidak mau dan tidak pernah mau seorangpun mengetahui kalau saya sedang cemburu berat.
Puncak dari cemburu saya adalah ketika pada suatu hari saya telepon suami saya yang saat itu sedang sibuk-sibuknya menyambut tamu dari pusat, karena mengetahui suami saya sedang sibuk saya sengaja baru menelpon suami saya sekitar pukul 23.00 WIB dengan pertimbangan pasti acara sudah selesai, ketika saya telepon lamaaaa sekali baru dijawab, itupun dengan berbisik-bisik
"Uda dulu ya Ma...Papa masih sibuk di hotel dengan Meri, nanti Papa telepon lagi..." tuuuuuuut...telepon langsung ditutupnya. Seeerrrrrrrrrrr...darah saya langsung naik ke kepala semuanya, malam-malam...dihotel...dengan Meri...!!!!! Oh tidaaak...tapi saya berusaha untuk tetap tenang, positive thinking, ujar saya dalam hati...mungkin masih ada acara dengan tamu, mungkin acaranya di hotel, dan mungkin Meri dan suami saya kebagian tugas menyambut tamu, batin saya sambil sebentar-sebentar melirik ke hp berharap telepon balik dari suami saya, namun sampai pagi suami saya tidak menelepon juga, mungkin lupa...pikir saya, ya uda biar saya aja yang telepon duluan, inisiatif saya sambil mencoba menepis jauh-jauh rasa cemburu saya. Ketika saya telepon lama baru diangkat, mungkin karena rasa cemburu yang sudah memuncak begitu mendengar suara suami saya, langsung ia saya hujani dengan banyak pertanyaan
"Papa dimana ni ? Lagi ngapain ? ama siapa ? kenapa tadi malam gak balik nelpon, Mama tungguin ampe pagi !"
"Sorry tadi malam Papa kecapean jadi lupa telepon balik, sekarang Papa sama Meri lagi di bandara ngantar rombongan  tamu"
"Haaaaa...Meri lagi...Meri lagi...koq Meri..Meri terus sih..emangnya dia siapa koq bareng Papa terus ?" jerit saya melupakan rasa gengsi saya
"Mama...apaan sih jerit-jerit gitu..nti deh Papa jelasin kalau Mama uda ada disini, uda dulu ya, Papa dipanggil si Bos.." kata suami saya sambil, seperti biasa lagi, menutup telepon.
Ini tidak bisa dibiarkan, hari ini juga saya harus ke Banda Aceh minta penjelasan dari suami saya, maka segera saya SMS suami saya untuk memberitahukan bahwa hari ini juga saya mau berangkat ke Banda Aceh, namun tiba-tiba suami saya telepon
"Ngapain Mama berangkat sekarang, sama siapa Mama mau berangkat, minggu depan aja Papa jemput sekalian pamit, ini surat mutasi Mama uda keluar..." katanya panik
Hhhffff, benar juga, pikir saya, mana mungkin saya berangkat dalam keadaan hamil besar dengan membawa seorang anak kecil tanpa didampingi siapapun, ok kali ini saya mengalah...
Minggu depan ketika suami saya datang untuk menjemput kami, saya sangat menahan-nahan perasaan saya untuk bertanya-tanya tentang Meri, gengsi, saya gengsi untuk bertanya, saya mau suami saya sendiri yang menjelaskan tanpa perlu ditanyakan, tapi sampai dengan setibanya kami di Banda Aceh suami saya tetap bungkam.
Sampai akhirnya pada hari pertama saya mulai berkerja di kantor Banda Aceh, suami saya memperkenalkan saya pada seseorang
"Ma...ini lho Meri yang selama ini Papa ceritakan..." katanya sambil tersenyum simpul.
"Kenalkan Bu...nama saya Meriady...biasa dipanggil Meri..."
"Oalaaah.....ini toh yang namanya Meri ? kenapa gak dipanggil Adi aja sih Mer ? saya pikir kamu itu perempuan..." 

Rabu, 26 Januari 2011

Dicintai atau Ditakuti

"...Since love and fear cannot exist together, if we must choose between them, it is far safer to be feared than loved..."
Machiavelli, The Prince.


Terjemahannya kurang lebih seperti ini, karena rasa cinta dan rasa takut tidak dapat ada secara bersamaan, maka jika kita harus memilih diantara keduanya, lebih aman bila kita merasa ditakuti dari pada dicintai....
Andaikan disuruh memilih, mana yang akan anda pilih, dicintai atau ditakuti ?
Mungkin sebagian dari anda semua berpikir lha koq jadinya kaya preman ditakuti, enakan dicintai deh. Ok...itu terserah anda untuk berpendapat, tapi kalau dikaji-kaji lebih dalam makna dibalik kata-kata Machiavelli, sepertinya saya lebih memilih untuk ditakuti saja ketimbang dicintai.
Secara kasat mata dicintai pastinya berkonotasikan hal-hal positif, perasaan diperhatikan, disayangi dan dihargai menjadikan seseorang merasa sebagai makhluk paling bahagia dan beruntung di muka bumi ini. Sedangkan menjadi orang yang ditakuti menimbulkan kesan seolah-olah yang bersangkutan adalah seorang monster yang paling berbahaya dan harus dijauhi agar bumi selamat dari ancaman kepunahan.
Mungkin menurut anda dicintai berarti kita telah memberikan banyak apresiasi-apresiasi baik untuk orang yang mencintai kita, sedangkan orang menjadi ditakuti karena telah memberikan konstribusi-konstribusi buruk kepada orang lain, mungkin pendapat ini benar, tapi bukannya tidak mungkin kalau pendapat ini ada salahnya juga, bukankah manusia tidak sempurna, bukankah tidak selamanya kita mampu berdiri dijalur yang lurus dan benar, dan bukankah sebagai manusia kita juga berhak memilih dan melakukan apa yang benar dan salah untuk diri kita.
Sebutan dicintai dan ditakuti ini sebenarnya timbul akibat dari akar pikiran (seseorang terhadap orang lain) yang berkembang menjadi cabang perasaan dan membuahkan sikap mental yang dipicu dari pola tingkah laku si orang tadi (selanjutnya disebut objek), tapi harus kita selidiki apakah perasaan itu timbul benar akibat perbuatan sang objek yang memang layak untuk di-cinta/takut-i ataukah hanya perasaan atas kesimpulan yang salah dari si subjek.
Harus diakui manusia memiliki tipe-tipe mental tertentu yang membuat ia mudah untuk memprovokasi atau diprovokasi, jadi sebelum merasa yakin apakah benar si objek tepat untuk di-cinta/takut-i silahkan mereview lagi ke dalam hati masing-masing, apakah perasaan itu timbul hanya karena faktor provokasi tadi. Sebagai contoh, saat ini pengaruh media elektronik sangat menunjang pencitraan diri terhadap seorang artis X(misalnya), banyaknya tayangan-tayangan infotaiment di televisi yang mengupas habis kehidupan selebritis tersebut secara berlebihan, atau lebay istilahnya anak alay, membuat penonton dibiaskan antara yang real dan unreality, hantaman pemberitaan yang bertubi-tubi kepada penonton terhadap X membuat penonton merasa seakan-akan mereka adalah kerabat terdekat dari si X tadi karena paling mengetahui hal-hal privacy dari X sehingga seakan-akan membenarkan perbuatan awak media elektronik untuk melakukan penilaian terhadap X tanpa mempedulikan hak X untuk menceritakan hal sebenarnya dibalik perbuatannya, pada fase ini penonton mulai diprovokasi dengan pemberitaan akan X, selanjutnya pikiran penonton mulai dikembangkan kearah perasaan untuk membenci atau menyukai artis X tadi, pada tahap selanjutnya apabila awak media elektronik berhasil mengungkapkan 1 saja bukti perbuatan X maka penonton berhasil diarahkan untuk mencintai / menakuti si X tadi, pada tahap ini provokasi telah berhasil dilaksanakan, setelah itu stigma yang melekat terhadap X akan berlanjut sampai dengan adanya perbuatan kontra dari X.
Kalau boleh menilik ulang, perasaan dicintai membebankan objek untuk selalu bersikap sebagaimana yang diharapkan si subjek, pastinya subjek akan kecewa bila objeknya tidak bertingkahlaku sebagaimana yang ia pikirkan. Sedangkan terhadap objek yang ditakuti tidak membebankan sang objek untuk terus-menerus memberikan rasa takut, positifnya bila si objek yang ditakuti menunjukkan / bersikap baik pastinya orang yang merasa takut akan surprise, dan sebagaimana umumnya sifat manusia yang paling gampang melupakan perasaan-perasaan tidak enak seperti sakit, takut, dsb tentunya hal ini akan memutarbalikkan stigma dari ditakuti menjadi dicintai dan atau disegani. Namun terhadap orang yang dicintai, apabila si objek melakukan 1 saja perbuatan negatif maka status dicintai tidak mutlak berubah menjadi objek yang ditakuti tapi sudah pasti berubah menjadi yang dibenci, timbul pertanyaan lagi apakah dibenci sama artinya dengan ditakuti, mana yang lebih enak dibenci atau ditakuti, bila membaca kamus besar bahasa Indonesia arti benci dan takut jelas berbeda, menurut saya lebih bagus ditakuti daripada dibenci (pembahasan tentang ditakuti dan dibenci akan kita bahas dalam kesempatan lain). 
Tapi dibalik itu semua, pesan yang saya tangkap dari kata-katanya Machiavelli diawal adalah, dicintai menimbulkan kewajiban untuk mencintai orang yang telah dengan suka rela mencintai kita, sedangkan ditakuti tidak menimbulkan kewajiban untuk menakuti orang yang merasa takut akan kita, dan oleh karenanya menurut saya lebih sulit mempertahankan status dicintai ketimbang ditakuti, seseorang yang telah terbiasa hidup dengan label dicintai tentunya akan sangat shock bila kelak labelnya itu direnggut secara paksa dari dirinya, namun sebaliknya orang yang terbiasa dengan gelar ditakuti tentunya tidak akan susah bila gelar tersebut dicopot dari dirinya. So...mungkin suatu saat di nisan saya akan ada tulisan seperti ini :

RIP
Sylvia Shinta
"Orang yang sangat ingin ditakuti sepanjang hidup dan matinya" 




Senin, 24 Januari 2011

White Love Behind The Screene

Trims untuk teman-teman yang uda ngasih jempol & comment-comment ok tentang foto ini di Fb Saya.
Foto ini dibuat dalam rangka market day event disekolahan Agung, kebetulan kelasnya Agung membuat prakarya-prakarya untuk dijual yang salah satunya adalah pigura, berhubung yang bakalan beli adalah orang tuanya juga jadi supaya kelihatan menarik ditempellah foto keluarga di pigura tadi & berhubung tema event kali ini adalah Familly Party maka yang diminta adalah Foto anak + keluarganya.
Sebenarnya pengumuman ini sudah diberitahukan jauh-jauh hari, tapi berhubung Opa (yang biasa jemput Agung pulang sekolah), seperti biasa, lupa memberitahukannya kepada kami, maka tepat 1 minggu sebelum market day, Miss Fitri (koordinator sekolah Agung) telepon untuk memberitahukan bahwa Agung belum mengumpulkan foto yang diminta.
Waaaaah....Saya jadi panik donk, masalahnya sejak Aditya lahir (10 Oktober 2010), kami belum pernah foto keluarga lengkap, sedangkan Agung nggak mau kumpulin foto yang tanpa dek Adit, akhirnya disepakati malam itu juga kita ke studio foto.
Awalnya bingung juga mau buat tema yang seperti apa, koq kayanya kalau untuk formil-formilan dek Adit belum punya baju resmi, akhirnya setelah berembuk dengan Papanya, yang seperti biasanya selalu menjawab "terserah Mama aja", kita sepakat untuk pakai white & jeans, sebenarnya sih kalau boleh dibilang 'terpaksa' bukan 'sepakat', karena kayanya cuma itu yang bisa dikompak-kompak'in. Kalau Jeans kita semua kebetulan punya Jeans dengan warna hampir senada seperti di foto, untuk Jeansnya dek Adit boleh pinjam dari Jeansnya bang Athar waktu baby dulu, untungnya muat cuma rada-rada kepanjangan dikit, tapi untuk bajunya bang Agung & Athar dua-duanya boleh pinjam bajunya dek Adit, pasti pada heran, lha koq bisa ? kebetulan dek Adit punya 1 lusin kaos seperti yang dipakai Agung & Athar dalam foto, kesannya maksa banget ya, untungnya style saat ini lagi seru-serunya model kaus ngepas dengan lengan gantung kaya gitu, jd gak ada yang tau kalau yang dipakai adalah kaos bayi hehehe....
Setelah urusan padu padan pakaian selesai, maka berangkatlah Kami semua menuju ke Joe's Studio, sesampainya disana Saya minta ama Oom yang foto supaya kita diarahkan sekasual mungkin, mengingat property pakaian yang terbatas :)
Tadinya saya pengen gayanya si Papa pose seperti orang rukuk terus dibawah kaki Papa nongol kepala Agung & Athar dan di punggung Papa ada saya & Adit, tapi si Oom bilang "itu mah uda Oldish Buuu, uda kuno, uda banyak yang gaya kaya gitu, gini aja semuanya pada duduk di Sofa trus Mama pegang dek Adit dudukin di tempat tangan sofa trus yang lain semuanya lihat dek Adit sambil ketawa", lebih mudah dari yang saya mau (pikir saya dalam hati), tapi ketika posisi sudah diatur dan si Om uda mulai menjepret kameranya, ternyata semuanya gak semudah yang dibayangkan.....untuk mendapatkan sebuah pose seperti yang temen-temen lihat perlu 24 x jepretan. Susah banget ngarahin gaya anak-anak, ada aja masalahnya, kebanyakan kesalahannya ketika lampu blitz menyala reaksi spontan mereka langsung terpana ngelihat ke kameranya si Oom, sedangkan si Oom pengennya kita semua lihat dek Adit jangan ada yang lihat ke Kamera, dengan susah payah dan berkat rayuan dahsyatnya si Oom akhirnya anak-anak berhasil untuk tidak lihat lagi ke kamera, tapi bukan berarti masalah selesai, Agung & Athar memang lihat dek Adit tapi dengan tatapan kosong tanpa expresi dan tanpa senyum Haaaahaaaaaayyyyy....saya & Papa mikir gimana caranya supaya mereka mau ketawa, lalu mulailah Papa gelitikin dua-duanya, berhasil, tapi saking kencengnya ketawa mata Papa, Agung & Athar jadi terpejam, duuuuuhhh...salah lagi, pinggang saya uda mulai pegel pose kaya gitu terus, gigipun uda terasa kering saking kelamaan nyengir, si Papa yang dasarnya gak sabaran bilang ama si Oom "ya udalah, stop, dicuci yang mana aja, gak apa-apa jelek, yang penting ada", tapi si Oom yang emang super sabar gak mau hasil karyanya dirusak oleh orang-orang gak sabar seperti si Papa dia bilang "jangan Pak...kasihan hasilnya nanti, gak apa-apa, ini Adik-adik uda mulai ngerti, sebentar lagi pasti dapat jepretan yang bagus"
Masalah belum selesai sampai disini, selanjutnya dek Adit ngulah, mungkin saking lamanya dia jadi rewel, rewelnya Adit menular ke abang-abangnya, Agung ogah duduk diam lagi & Athar uda mulai nendang-nendangin saya minta pulang, sekali lagi kesabaran si Oom diuji tapi emang dasar uda mencintai banget dunia kerjanya si Oom malah dapat ide lain, "ya uda Pak biarin aja Abang-abangnya mau ngapain aja, saya jepret terus", supaya Athar gak cemberut lagi saya bilang "ayo semuanya tembak dek Adit !".
Aaaaaakhirnyaaaaaa...thanx my Lord...Alhamdulillah...akhirnya dapet juga pose yang cantik seperti yang temen-temen lihat. Acungin jempol deh buat Oom yang uda sabaaaaar banget nungguin pose kami yang pas, walaupun sebenarnya saya rada-rada kecewa karena si Oom ngeshootnya dari bawah, sambil jongkok, jadi saya terlihat waaaaaaaaahhh....banget (sedikit bohay, menghiburdiri.com).

Cinta Monyet Vs Cinta Gorila

Kira-kira seminggu yang lalu Athar (2th) minta disuapkan Cocoa Peanut Butter, disuapan terakhir dia emoh, uda kenyang katanya, kebetulan si Papa lewat maka agar tidak mubazir saya tawarkan ke si Papa & beliau mau, ketika sedang suapin ke si Papa tiba-tiba Agung (5th) nyelutuk "Horrreee...Papa & Mama Pacaran", trus Papanya nanya "Koq...Pacaran?", Agung said "Iya..kan tadi Mama suapin Papa, artinya Mama pacaran dengan Papa", terus Papa bilang "lho biasanya kan Agung disuapin Mama juga, berarti Agung pacaran juga donk dengan Mama", Agung "Ya nggaklah...Kan Agung anak Mama", saya jadi ingat kalau dulu Agung pernah cerita kalau Diva (teman sekolahnya) kadang suka suapin Agung kalau Agung malas makan di sekolah, jadi saya bilang "Kalau gitu...berarti Agung & Diva pacaran donk, kan Diva pernah suapin Agung", dengan entengnya dia jawab "Aaah...itu kan cuma cinta monyet...", tuwir banget ni anak (dalam hatiku), "emangnya cinta monyet itu apa?" tanya Papanya, "kalau yang pacaran itu anak-anak namanya cinta monyet" jawab Agung, "nah kalau Mama&Papa?" tanyaku, "Kalau Mama&Papa cinta gorila, kan uda gede" jawabnya dengan santai sambil ngeloyor meninggalkan kami yang saling terpana takjub mendengar kata-katanya.

MUKADIMAH

Jumpa Lagi . . . !!!!!
Celoteh PippI ini adalah blog baru pengganti dari www.duniavivi.blogspot.com yang entah kenapa saat ini tidak dapat dipublikasikan lagi hiks... :'(
Mungkin karena sudah lama tidak dibuka atau saya yang gaptek, yang jelas saat ini disinilah kita bersosialisasi kembali.
Kalau dipikir-pikir ini bukan kali pertama ya blog saya terdelete kalau temen-temen yang setia ngikuti perkembangan saya mungkin masih ingat dengan nasib tragisnya www.mamagung.blogspot.com atau www.vivi's-world.blogspot.com yaaaah...emang dasar gaptek semuanya raib entah kemana.....mudah-mudahan kali ini gak gagal lagi ya, selain kasihan karena banyak postingan yang hilang (file postingan gak tersimpan), juga pusiiiing ngelihat blogspot yang selalu punya inovasi, jadi rada-rada grogi juga to mulai lagi :)
Sekedar mengingatkan Celoteh PippI ini adalah wadah saya untuk mengembangkan hobi berceloteh melalui tulisan yang rasanya sudah lamaaaaa sekali tidak saya kembangkan, rasanya kepala sudah penuh dengan cerita-cerita yang ingin saya bagikan ke teman-teman semua, kalau nggak salah terakhir bersua kira-kira sekitar 2 tahun yang lalu ya ? Waaah...sudah lama juga ya...berarti sudah banyak cerita yang belum saya bagikan...kalau begitu bersiap-siaplah anda semua menghadapi serbuan celoteh saya, semoga nggak bosan.
SELAMAT MEMBACA . . . . .