Mahatma Gandhi

"You may never know what results come of your action, but if you do nothing there will be no result"    

Kamis, 27 Januari 2011

Meri Oh...Meri

"Bu...pamit ya, Meri mau kepersuratan dulu ngambil nomor surat ini..."
"Iya Mer.."
Ini anak sopannya minta ampun daaah...sejak pertama saya bertugas dikantor ini, nama Meri selalu berkumandang dimana-mana, hampir semua orang disini kenal dia. Meri anak yang sangat sopan dan santun tingkah lakunya sesuai dengan tuntunan dalam buku-buku budi pekerti pelajaran waktu SMP dulu, tutur bahasanya selalu halus, baik kepada orang yang lebih tua maupun muda, gerak-geriknya selalu tertib dan mencerminkan seorang anak yang dididik dengan baik dirumah dan sekolah, yang pasti orang tua dan gurunya pasti bangga pernah ambil bagian dalam mengajarkan hal-hal positif kepadanya. Setiap dimintai tolong untuk mengerjakan apa saja dia pasti bersedia, kadang saya kasihan juga melihatnya, semua perintah berusaha dilaksanakannya dengan sempurna, padahal sebagai manusia biasa tentunya ia punya keterbatasan juga kan.
Bagi sebahagian orang yang aji mumpung sifat baiknya Meri ini sering kali 'disalahgunakan', sering saya lihat Meri dimintai tolong untuk mengerjakan tugas-tugas yang sama sekali bukan bagian dari job descriptionnya, namun seperti biasa setiap disuruh jawabannya selalu "Siap Pak / Bu..."
Meri teramat sangat mencintai pekerjaannya, ia berdedikasi tinggi dan sepertinya siap mempertaruhkan jiwa raga demi suksesnya pekerjaan di kantor terutama bidang kami, kerap kali saya lihat aksesoris-aksesoris didalam ruangan kami berubah-ubah atas inisiatifnya, seperti bunga di vas, pengharum ruangan, dsb. Sering (tanpa disuruh) bila tissue atau permen diatas meja habis keesokan harinya langsung terisi lagi, bahkan kalau kita lupa meninggalkan duit di laci meja kantor untuk membeli tissue dan permen tadi pasti tanpa ragu dia beli dengan menggunakan uangnya sendiri dan tanpa ada niat untuk minta ganti.
Saya angkat jempol untuk sifat setia kawannya dengan rekan kerja dan loyalnya terhadap pimpinan, saya salut dengan semangat dan etos kerjanya, saya juga angkat topi dengan kejujurannya, setiap dimintai tolong membeli sesuatu, uang kembaliannya selalu diberikan walaupun cuma Rp.50,- padahal setiap dia kembalikan pasti uang tersebut kami berikan untuk dia tapi dia tetap tidak pernah mau mengantongi kembalian itu tanpa izin dari sang pemilik, gak seperti para koruptor (kata Kaka Slank), mudah-mudahan hal ini bisa dipertahankan sampai dengan pensiun nanti ya Mer. Walaupun banyak yang mengingatkan bahwa ia terlalu lugu / naif, dan lebih banyak lagi yang mengajarkan aliran sesat kepadanya tapi Meri tetaplah Meri, paling ia hanya tersenyum simpul dan sekali lagi menjawab "Siap Pak / Bu...".
Mungkin saya termasuk orang yang suka aji mumpung mengandalkan kebaikan Meri, mungkin saya orang yang paling sering minta bantuan Meri, tapi sekali lagi Meri tetaplah Meri, ia tidak pernah kapok bila saya mintai tolong atau saya recoki dengan tugas-tugas, jawabannya tetap "Siap Bu..."
Pernah pada suatu pagi ketika saya akan pergi ke Bank saya bilang begini
"Mer...kalau si Bos cari tolong bilang saya pergi ke Bank ya.."
"Siap Bu..."
Saya masih ingat sekali hari itu adalah hari Kamis diawal bulan, jadi Bank sedang ramai-ramainya dikunjungi nasabah, ketika semua urusan di Bank selesai tidak terasa waktu sudah menunjukkan sekitar pukul 2 siang, sekembalinya saya dari Bank saya lihat Meri masih duduk diruangan, iseng saya tanya
"sudah makan siang Mer ?"
"belum Bu.."
"lho kenapa ? Meri puasa ya ?" (karena seingat saya dia rajin puasa sunnah senin-kamis)
"Nggak Bu..hari ni gak puasa.."
"Jadi kenapa gak makan ?"
"Dari tadi gak ada orang di ruangan Bu, dan si Bos pun belum masuk tanya Ibu, saya takut kalau saya ke kantin nanti si Bos masuk ke ruangan kita.."
"Ya ampuuuun Meeerrr...jadi dari tadi kamu diruangan terus? jangan-jangan sarapan pun kamu belum ya?"
"iya Bu..." jawabnya malu-malu..
"Ya Ampuuun...kan gak mesti gitu-gitu banget Mer..Kamu kan bisa keluar sebentar dan lapor ama sekretarisnya Bapak, atau kamu bisa delivery order ke kantin..."
"Oh..iya..ya..Bu..koq saya gak kepikiran.."
"Ya uda pegi sana makan & istirahat, jangan sampe kamu sakit gara-gara saya, jarang-jarang ada orang kaya kamu disini"
"Siap...Bu.." 
Seperti itulah Meri, bila diperintahkan sesuatu dia akan melaksanakannya dengan sempurna tanpa memperhatikan kepentingan dirinya sendiri, dan dia tidak pernah jera disuruh-suruh walaupun sering berakhir sial seperti contoh diatas tadi. Pernah ketika saya sedang mengandung anak yang ke-3 tiba-tiba saya ingin sekali es dawet, dan biasanya si penjual suka jualan di halaman RS yang berjarak + 50m dari kantor kami yang lama, maka seperti biasa sekali lagi kebaikan Meri saya manfaatkan,
"Mer saya pengeeeen banget es dawet, bisa gak tolong kamu belikan ditempat biasanya ?"
"Siap Bu..." jawabnya mantap seperti biasa untuk kemudian bergegas pergi ketempat yang dimaksud dengan mengendarai motornya, kira-kira 15 menit setelah Meri pergi, hujan turun dengan lebat disertai dentuman guruh dan kilat yang saling sambar menyambar, waduuuh...harus telepon Meri ni untuk bilang supaya jangan balik dulu kalau hujan lebat, karena saya yakin Meri pasti akan berani menerobos hujan lebat demi terlaksananya tugas yang diberikan kepadanya, ketika saya hubungi Meri ke nomor handphone (hp) nya sayup-sayup terdengar nada suara hp Meri dari dalam laci meja kerjanya, ya ampuuun...Meri lupa bawa hp pikir saya, ya sudah saya hanya bisa berharap semoga kali ini Meri tidak terlalu semangat dalam melaksanakan perintah. 1 jam kemudian setelah kepergiannya hujan turun semakin deras tapi Meri belum kembali juga, syukurlah...berarti kali ini Meri tidak nekat...batin saya.
Diluar hujan turun semakin deras walaupun tidak terdengar dan terlihat lagi perang guntur dan kilat di langit, 3 jam sudah berlalu sejak kepergian Meri belum ada tanda-tanda kehadirannya, tiba-tiba pintu ruangan kami terbuka dan Meri masuk dalam keadaan basah kuyup dengan tubuh menggigil kedinginan dan es dawet ditangannya
"Ya ampuuun Mer...ngapain dipaksakan sih ? harusnya kamu kembali setelah hujan reda saja, jangan hujan-hujanan seperti ini..."
"Maaf ya Bu...kelamaan, tadi yang jual gak ada jualan ditempat biasanya..."
"Lha...ini dari mana kamu beli ?"
"Meri keliling-keliling Banda Aceh Bu dan akhirnya dapat didepan terminal bus antar propinsi..."
"Haaaaaa....Jadi kamu hujan-hujannan hanya untuk mendapatkan sebungkus es dawet ini ? Ya ampun Meeer...seharusnya kalau ditempat biasa gak dapet kamu langsung balik aja kemari, saya gak pa-pa koq...kalau seperti ini saya kan jadi nggak enak..."
"Ahhh....nggak pa-pa koq Bu...Meri senang main hujan, lagian kata nenek saya kalau ngidamnya orang hamil nggak dituruti nti bisa-bisa anaknya ileran lho Bu..." jawab Meri sambil menggigil kedinginan....
Speechless.....
Tapi gara-gara Meri ini rumah tangga saya pernah nyaris perang lho, saya pernah cemburu berat dengan Meri, kejadiannya kira-kira pertengahan tahun 2008 dimana pada saat itu suami saya telah dimutasikan ke kantor pusat di Banda Aceh, sedangkan saya masih di Lhokseumawe. Diawal suami saya mulai bertugas di Banda Aceh nama Meri selalu disebut-sebut setiap kali saya menelpon suami saya baik pagi, siang , sore maupun malam hari,
"lagi dimana ini Pa...?"
"lagi di kantor dengan Meri..."
............................................
"lagi ngapain Pa...?"
"lagi makan dengan Meri..."
............................................
"Uda selesai ngantornya Pa ?"
"Uda ini lagi hangout di cafe dengan Meri..."
.............................................
"Uda nyampe ke rumah Pa..?"
"Uda..ini lagi nonton tv dengan Meri.."
................................................
Setiap ditelepon selalu ada Meri...Meri...Meri...dan Meri lagi...kalau tidak sedang bersama Meri pasti ceritanya selalu tentang Meri dan memuja-muji Meri, yang Meri anak baiklah...anak yang rajin...cekatan...pintar...dsb...dsb...yang bikin saya lama-lama jadi bertanya-tanya, siapakah Meri ini ?
Koq dari kemarin Meri...Meri melulu sih...? saya mulai cemburu....semua makhluk ciptaan Tuhan diseluruh jagat raya ini tahu kalau saya paling gengsian untuk mengungkapkan perasaan cemburu saya, saya tidak mau dan tidak pernah mau seorangpun mengetahui kalau saya sedang cemburu berat.
Puncak dari cemburu saya adalah ketika pada suatu hari saya telepon suami saya yang saat itu sedang sibuk-sibuknya menyambut tamu dari pusat, karena mengetahui suami saya sedang sibuk saya sengaja baru menelpon suami saya sekitar pukul 23.00 WIB dengan pertimbangan pasti acara sudah selesai, ketika saya telepon lamaaaa sekali baru dijawab, itupun dengan berbisik-bisik
"Uda dulu ya Ma...Papa masih sibuk di hotel dengan Meri, nanti Papa telepon lagi..." tuuuuuuut...telepon langsung ditutupnya. Seeerrrrrrrrrrr...darah saya langsung naik ke kepala semuanya, malam-malam...dihotel...dengan Meri...!!!!! Oh tidaaak...tapi saya berusaha untuk tetap tenang, positive thinking, ujar saya dalam hati...mungkin masih ada acara dengan tamu, mungkin acaranya di hotel, dan mungkin Meri dan suami saya kebagian tugas menyambut tamu, batin saya sambil sebentar-sebentar melirik ke hp berharap telepon balik dari suami saya, namun sampai pagi suami saya tidak menelepon juga, mungkin lupa...pikir saya, ya uda biar saya aja yang telepon duluan, inisiatif saya sambil mencoba menepis jauh-jauh rasa cemburu saya. Ketika saya telepon lama baru diangkat, mungkin karena rasa cemburu yang sudah memuncak begitu mendengar suara suami saya, langsung ia saya hujani dengan banyak pertanyaan
"Papa dimana ni ? Lagi ngapain ? ama siapa ? kenapa tadi malam gak balik nelpon, Mama tungguin ampe pagi !"
"Sorry tadi malam Papa kecapean jadi lupa telepon balik, sekarang Papa sama Meri lagi di bandara ngantar rombongan  tamu"
"Haaaaa...Meri lagi...Meri lagi...koq Meri..Meri terus sih..emangnya dia siapa koq bareng Papa terus ?" jerit saya melupakan rasa gengsi saya
"Mama...apaan sih jerit-jerit gitu..nti deh Papa jelasin kalau Mama uda ada disini, uda dulu ya, Papa dipanggil si Bos.." kata suami saya sambil, seperti biasa lagi, menutup telepon.
Ini tidak bisa dibiarkan, hari ini juga saya harus ke Banda Aceh minta penjelasan dari suami saya, maka segera saya SMS suami saya untuk memberitahukan bahwa hari ini juga saya mau berangkat ke Banda Aceh, namun tiba-tiba suami saya telepon
"Ngapain Mama berangkat sekarang, sama siapa Mama mau berangkat, minggu depan aja Papa jemput sekalian pamit, ini surat mutasi Mama uda keluar..." katanya panik
Hhhffff, benar juga, pikir saya, mana mungkin saya berangkat dalam keadaan hamil besar dengan membawa seorang anak kecil tanpa didampingi siapapun, ok kali ini saya mengalah...
Minggu depan ketika suami saya datang untuk menjemput kami, saya sangat menahan-nahan perasaan saya untuk bertanya-tanya tentang Meri, gengsi, saya gengsi untuk bertanya, saya mau suami saya sendiri yang menjelaskan tanpa perlu ditanyakan, tapi sampai dengan setibanya kami di Banda Aceh suami saya tetap bungkam.
Sampai akhirnya pada hari pertama saya mulai berkerja di kantor Banda Aceh, suami saya memperkenalkan saya pada seseorang
"Ma...ini lho Meri yang selama ini Papa ceritakan..." katanya sambil tersenyum simpul.
"Kenalkan Bu...nama saya Meriady...biasa dipanggil Meri..."
"Oalaaah.....ini toh yang namanya Meri ? kenapa gak dipanggil Adi aja sih Mer ? saya pikir kamu itu perempuan..." 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar