Tidak percaya adalah reaksi pertama saya ketika mendengar berita tentang telah berpulangnya seorang politikus yang dulu juga pernah mewarnai panggung hiburan tanah air dalam usia relatif muda (43 th), dari tayangan televisi saya lihat banyak kerabat, sahabat dan rekan sejawatnya yang, juga seperti saya, tidak percaya bahwa beliau telah kembali kepelukan sang Rabb, mengingat selama ini beliau tidak pernah diberitakan sakit dan beberapa jam sebelum kepergiannya masih terlihat dalam kondisi yang sangat sehat.
Langkah..Rezeki..Pertemuan..Maut..adalah rahasia sang Khaliq yang harus kita lakoni dalam kehidupan yang fana ini tanpa pernah tahu kapan dan bagaimana terjadinya. Banyak yang berusaha menyingkap tabir misteri ini dan banyak pula yang mendatangi mereka-mereka yang dianggap mampu untuk memprediksinya, umumnya tujuan mereka mencari jawaban adalah karena rasa iseng, penasaran atau bahkan ada yang beralasan ingin mendapat sedikit pencerahan / arah hidup (?). Namun tak seorangpun makhluk ciptaan-Nya yang dapat membongkar misteri Illahi ini dengan tepat dan jitu karena itu adalah hak prerogatif Tuhan.
Tiap-tiap yang berjiwa pasti akan mati, bila waktunya tiba tak satupun yang dapat menghindar atau lari. Saya yakin setiap orang pasti percaya bahwa semua makhlup hidup akan mati, saya mengerti bila banyak orang yang berharap malaikat maut menjemputnya bila ia telah uzur, telah lanjut usia, dan telah puas menikmati semua pahit manisnya kehidupan, saya maklum bila setelah membaca renungan ini anda berdoa untuk dipanjangkan umur.
Banyak yang berpendapat kematian adalah musibah yang sifatnya mendadak, tak seorangpun ingat bahwa bukankah sebelumnya kita telah berjanji dengan Sang Pemilik Waktu bahwa pada hari, tanggal, bulan, tahun dan jam yang telah disepakati kita akan kembali menghadap-Nya. Banyak diantara kita yang percaya bahwa semua langkah, rezeki, pertemuan, jodoh dan maut telah tertulis dan disepakati antara Sang Pencipta dengan yang diciptakan sejak ciptaannya itu belum ditiupkan roh kehidupan, tapi mengapa banyak orang yang tidak siap menghadapinya, mengapa banyak orang yang tidak senang membahas tentang kenyataan bahwa ketika ia menghirup satu helaan nafas maka berarti semakin berkuranglah jatah hidupnya di muka bumi ini dan berarti detik-detik menuju kematian semakin dekat.
Pernahkah anda merenungkan bagaimana kondisi kita bila saatnya tiba, ketika tubuh tidak dapat lagi digerakkan, ketika oksigen tidak dapat lagi masuk memenuhi rongga paru-paru kita, ketika tubuh kita mengenakan kain kafan, dimasukkan dalam keranda / peti mati dan ketika tubuh kita dikuburkan didalam tanah. Sebagaimana ketika diciptakan dulu kita merupakan individu yang berdiri sendiri maka ketika meninggalpun kita sendiri menghadap Sang Khaliq, tak ada bodyguard yang dapat menemani kita, tak ada kemewahan duniawi yang bisa kita bawa, bahkan saya yakin walaupun ada orang-orang yang sangat mencintai kita sepenuh hati, jiwa dan raganya sampai-sampai ingin loncat ke liang kubur ketika kita dikebumikan, tapi saya mengerti bila kemudian dia emoh untuk menemani kita didalam kubur dan membantu kita dalam mempertanggungjawabkan perbuatan kita ketika kita masih hidup. Maka bila hidup didunia hanya untuk memuaskan hawa nafsu sesungguhnya akan merugi karena cuma amalan-amalan baik sajalah yang menjadi tiket kita menuju kehidupan yang lebih mulia di alam sesudahnya.
Ketika saat itu tiba orang-orang yang menyayangi kita menangisi kepergian kita, menangisi kenangan-kenangan yang telah kita berikan kepada mereka atau kita buat bersama mereka, menyesali kata-kata atau perbuatan yang tidak sempat kita atau mereka ucapkan / lakukan. Setelah kita tiada mungkin benda-benda kenangan yang mengingatkan akan kita masih sering dilihat, kuburan kita masih rajin dikunjungi, namun dengan berjalannya waktu, ketika rasa sedih dan rasa kehilangan telah berhasil diatasi kita pun mulai dilupakan, kuburan kita mungkin hanya dikunjungi menjelang puasa dan lebaran saja, bahkan tidak dikunjungi sama sekali oleh generasi-generasi berikutnya. Syukur-syukur kalau semasa hidup kita pernah melakukan suatu hal baik bagi nusa dan bangsa sehingga setiap 17 Agustusan dan 10 Novemberan nama dan kuburan kita mulai diingat lagi, lebih syukur lagi kalau kita pernah melakukan perbuatan terpuji sehingga nama kita layak untuk digunakan sebagai nama jalan sehingga sampai kapanpun orang masih menyebut-nyebut nama kita, sampai dengan nama jalan itu diganti, tapi yang paling penting dari semua itu, menurut saya, bukanlah mengenai betapa dikenangnya kita setelah kita mati, tapi bagaimana kehidupan kita sesudah mati.
Saya adalah salah seorang yang paling meyakini bahwa kehidupan yang saat ini tengah saya jalani hanyalah kehidupan sementara, kehidupan fana, kehidupan untuk mempersiapkan kehidupan yang sebenarnya. Saya percaya bahwa apa yang telah saya lakukan dikehidupan saat ini akan berdampak pada bagaimana saya jadinya di kehidupan selanjutnya. Maka saya mencoba untuk mempersiapkan bekal yang bisa saya bawa kesana, saya berusaha menabung pundi-pundi amalan agar kelak dapat membeli tiket yang dapat membawa saya ketempat yang layak, dan saya bersungguh-sungguh menjaga prilaku saya saat ini agar kelak saya bisa hidup tenang dan nyaman dialam kehidupan yang lebih mulia.
Saya tidak takut mati, saya tidak takut akan kematian, tapi saya belum siap mempersiapkan diri menuju kematian, amalan saya masih minus, utang-utang saya kepada Tuhan belum tertutupi, prilaku saya kepada sesama belum ada bagus-bagusnya, sehingga boro-boro nama saya digunakan sebagai nama jalan, untuk datang menangisi kepergian saya saja mereka enggan, mungkin mereka malah tertawa bahagia ketika saya mati dan berucap "Alhamdulillah ya Allah akhirnya Engkau angkut juga sampah masyarakat ini, semoga bumi dapat kembali tenang..".
Saya ingin ketika saya dijemput oleh maut saya berada dalam kondisi keimanan yang sempurna, amalan saya berada dipuncak amalan tertinggi dan rekening ibadah saya telah cukup untuk membeli kendaraan terbaik yang dapat membawa saya kekehidupan yang lebih baik. Saya ingin ketika saya pergi mereka-mereka yang saya tinggalkan juga telah siap menghadapi kematian mereka, siap dengan amalan-amalan terbaik yang diharapkan-Nya, dan siap menerima kepergian saya dengan ikhlas. Bila saatnya tiba saya ingin bumi dan langit mengampuni serta menerima saya, saya ingin semua kesalahan saya telah dimaafkan Tuhan dan makhluk ciptaan-Nya, saya ingin pergi dalam keadaan suci tak bernoda dan saya ingin mereka-mereka mengenang saya dengan segala kebaikan saya bukan keburukan saya. Oleh karena itu mulai saat ini saya bertekad untuk hidup dengan baik demi kehidupan yang lebih baik kelak.
Melihat prosesi penguburan politikus yang saya ceritakan tadi diatas melalui televisi, saya berpikir mencoba mengingat-ingat lagi janji saya kepada-Nya, saya berharap kapanpun janji itu tiba saya berada dalam keadaan Husnul Khotimah bukan Su'ul Khotimah, saya berdoa semoga kata-kata terakhir yang saya ucapkan adalah kalimah-kalimah toyyibah, dan saya berharap ketika malaikat maut datang tiket VIP menuju surga telah saya genggam dan saya menyambut kedatangan maut dengan tubuh yang bersih, rupa yang manis, pakaian yang indah dan berada ditempat yang layak, Amien Ya Rabbal Al-Amien.
Tiap-tiap yang berjiwa pasti akan mati, bila waktunya tiba tak satupun yang dapat menghindar atau lari. Saya yakin setiap orang pasti percaya bahwa semua makhlup hidup akan mati, saya mengerti bila banyak orang yang berharap malaikat maut menjemputnya bila ia telah uzur, telah lanjut usia, dan telah puas menikmati semua pahit manisnya kehidupan, saya maklum bila setelah membaca renungan ini anda berdoa untuk dipanjangkan umur.
Banyak yang berpendapat kematian adalah musibah yang sifatnya mendadak, tak seorangpun ingat bahwa bukankah sebelumnya kita telah berjanji dengan Sang Pemilik Waktu bahwa pada hari, tanggal, bulan, tahun dan jam yang telah disepakati kita akan kembali menghadap-Nya. Banyak diantara kita yang percaya bahwa semua langkah, rezeki, pertemuan, jodoh dan maut telah tertulis dan disepakati antara Sang Pencipta dengan yang diciptakan sejak ciptaannya itu belum ditiupkan roh kehidupan, tapi mengapa banyak orang yang tidak siap menghadapinya, mengapa banyak orang yang tidak senang membahas tentang kenyataan bahwa ketika ia menghirup satu helaan nafas maka berarti semakin berkuranglah jatah hidupnya di muka bumi ini dan berarti detik-detik menuju kematian semakin dekat.
Pernahkah anda merenungkan bagaimana kondisi kita bila saatnya tiba, ketika tubuh tidak dapat lagi digerakkan, ketika oksigen tidak dapat lagi masuk memenuhi rongga paru-paru kita, ketika tubuh kita mengenakan kain kafan, dimasukkan dalam keranda / peti mati dan ketika tubuh kita dikuburkan didalam tanah. Sebagaimana ketika diciptakan dulu kita merupakan individu yang berdiri sendiri maka ketika meninggalpun kita sendiri menghadap Sang Khaliq, tak ada bodyguard yang dapat menemani kita, tak ada kemewahan duniawi yang bisa kita bawa, bahkan saya yakin walaupun ada orang-orang yang sangat mencintai kita sepenuh hati, jiwa dan raganya sampai-sampai ingin loncat ke liang kubur ketika kita dikebumikan, tapi saya mengerti bila kemudian dia emoh untuk menemani kita didalam kubur dan membantu kita dalam mempertanggungjawabkan perbuatan kita ketika kita masih hidup. Maka bila hidup didunia hanya untuk memuaskan hawa nafsu sesungguhnya akan merugi karena cuma amalan-amalan baik sajalah yang menjadi tiket kita menuju kehidupan yang lebih mulia di alam sesudahnya.
Ketika saat itu tiba orang-orang yang menyayangi kita menangisi kepergian kita, menangisi kenangan-kenangan yang telah kita berikan kepada mereka atau kita buat bersama mereka, menyesali kata-kata atau perbuatan yang tidak sempat kita atau mereka ucapkan / lakukan. Setelah kita tiada mungkin benda-benda kenangan yang mengingatkan akan kita masih sering dilihat, kuburan kita masih rajin dikunjungi, namun dengan berjalannya waktu, ketika rasa sedih dan rasa kehilangan telah berhasil diatasi kita pun mulai dilupakan, kuburan kita mungkin hanya dikunjungi menjelang puasa dan lebaran saja, bahkan tidak dikunjungi sama sekali oleh generasi-generasi berikutnya. Syukur-syukur kalau semasa hidup kita pernah melakukan suatu hal baik bagi nusa dan bangsa sehingga setiap 17 Agustusan dan 10 Novemberan nama dan kuburan kita mulai diingat lagi, lebih syukur lagi kalau kita pernah melakukan perbuatan terpuji sehingga nama kita layak untuk digunakan sebagai nama jalan sehingga sampai kapanpun orang masih menyebut-nyebut nama kita, sampai dengan nama jalan itu diganti, tapi yang paling penting dari semua itu, menurut saya, bukanlah mengenai betapa dikenangnya kita setelah kita mati, tapi bagaimana kehidupan kita sesudah mati.
Saya adalah salah seorang yang paling meyakini bahwa kehidupan yang saat ini tengah saya jalani hanyalah kehidupan sementara, kehidupan fana, kehidupan untuk mempersiapkan kehidupan yang sebenarnya. Saya percaya bahwa apa yang telah saya lakukan dikehidupan saat ini akan berdampak pada bagaimana saya jadinya di kehidupan selanjutnya. Maka saya mencoba untuk mempersiapkan bekal yang bisa saya bawa kesana, saya berusaha menabung pundi-pundi amalan agar kelak dapat membeli tiket yang dapat membawa saya ketempat yang layak, dan saya bersungguh-sungguh menjaga prilaku saya saat ini agar kelak saya bisa hidup tenang dan nyaman dialam kehidupan yang lebih mulia.
Saya tidak takut mati, saya tidak takut akan kematian, tapi saya belum siap mempersiapkan diri menuju kematian, amalan saya masih minus, utang-utang saya kepada Tuhan belum tertutupi, prilaku saya kepada sesama belum ada bagus-bagusnya, sehingga boro-boro nama saya digunakan sebagai nama jalan, untuk datang menangisi kepergian saya saja mereka enggan, mungkin mereka malah tertawa bahagia ketika saya mati dan berucap "Alhamdulillah ya Allah akhirnya Engkau angkut juga sampah masyarakat ini, semoga bumi dapat kembali tenang..".
Saya ingin ketika saya dijemput oleh maut saya berada dalam kondisi keimanan yang sempurna, amalan saya berada dipuncak amalan tertinggi dan rekening ibadah saya telah cukup untuk membeli kendaraan terbaik yang dapat membawa saya kekehidupan yang lebih baik. Saya ingin ketika saya pergi mereka-mereka yang saya tinggalkan juga telah siap menghadapi kematian mereka, siap dengan amalan-amalan terbaik yang diharapkan-Nya, dan siap menerima kepergian saya dengan ikhlas. Bila saatnya tiba saya ingin bumi dan langit mengampuni serta menerima saya, saya ingin semua kesalahan saya telah dimaafkan Tuhan dan makhluk ciptaan-Nya, saya ingin pergi dalam keadaan suci tak bernoda dan saya ingin mereka-mereka mengenang saya dengan segala kebaikan saya bukan keburukan saya. Oleh karena itu mulai saat ini saya bertekad untuk hidup dengan baik demi kehidupan yang lebih baik kelak.
Melihat prosesi penguburan politikus yang saya ceritakan tadi diatas melalui televisi, saya berpikir mencoba mengingat-ingat lagi janji saya kepada-Nya, saya berharap kapanpun janji itu tiba saya berada dalam keadaan Husnul Khotimah bukan Su'ul Khotimah, saya berdoa semoga kata-kata terakhir yang saya ucapkan adalah kalimah-kalimah toyyibah, dan saya berharap ketika malaikat maut datang tiket VIP menuju surga telah saya genggam dan saya menyambut kedatangan maut dengan tubuh yang bersih, rupa yang manis, pakaian yang indah dan berada ditempat yang layak, Amien Ya Rabbal Al-Amien.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar